Thursday, May 21, 2015

SEKALI LAGI TENTANG KRISIS ENERGI NASIONAL (II)



Pada satu forum yang membahas tentang Kedaulatan Energi di Yogya tahun 2013, seorang Wakil Menteri ESDM masa pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluh tentang betapa susahnya menginstruksikan jajaran dibawahnya untuk segera menjalankan action plan tentang percepatan pengembangan energi non fosil untuk mengantisipasi krisis energi yang terjadi. Disebutkan bahwa instruksi dan berkali-kali koordinasi penting untuk melaksanakan hal tersebut selalu terlambat di respon para pelaksana dibawahnya.



Dari gambaran singkat yang diberikan pejabat tinggi negara tersebut segera tergambar betapa beratnya hambatan yang dibangun oleh kalangan tertentu untuk menghalangi rencana pembangunan dan pengembangan energi non fosil seperti bio ethanol, bio massa, bio diesel, gas dan geothermal, energi angin, energi matahari, dan berbagai macam varian alternatif untuk mengurangi ketergantungan energi kepada minyak bumi. Tentunya sinyelemen adanya mafia minyak yang bercokol di berbagai tingkatan dalam rangka mempertahankan penggunaan energi fosil menjad bahan kajian terus menerus dalam upaya memeranginya.



Dibandingkan dengan negara lain dikawasan ASEAN saja, kesadaran untuk segera mencari alternatif pengganti energi fosil dengan energi baru dan terbarukan sudah menjadi kebijakan resmi pemerintah.  Di Thailand, pemakain bahan bakar gas (BBG) begitu gencar, meluas dan sudah menjadi kebutuhan nasional. Dimana-dimana dibangun SPBG atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas. Khalayak di Thailand dapat dengan mudah menemui pompa pengisian untuk mengisi bahan bakar kendaraan umum. Bangsa Thailand menyadari bahwa cadangan energi minyak bumi akan segera habis dan harus cepat-cepat mencari alternatif bahan bakar ramah yang masih mempunyai cadangan memungkinkan, juga ramah lingkungan. Infrastruktur untuk membangun kebutuhan pemakaian bahan bakar gas sudah dibangun dengan kompak, mulai dari produksi sampai pada penyediaan converter di kendaraan umum untuk kemudahan mengisi BBG.
 
Di Indonesia sampai dengan saat ini masih berkubang pada masalah infrastruktur BBG yang tidak segera dibangun. Stasiun BBG masih amat jarang dapat ditemui, begitu pula penyediaan converter gas di kendaraan umum. Masalah pembangunan infrastruktur untuk energi baru dan terbarukan memang masih menjadi kendala besar bagi pengembangan energi alternatif. Hal tersebut menunjukkan belum padunya keinginan besar dari penyelenggara negara atas program pengembangan energi alternatif dengan program-program yang dirancang secara terintegrasi dengan jajaran terkait disemua lini. Hal mana kendala tersebut harus segera diatasi oleh pemerintahan baru saat ini.

Pengembangan energi alternatif baru digagas secara sporadis oleh beberapa pemerintahan daerah, juga kelompok-kelompok masyarakat dan perguruan tinggi. Di Bogor sudah empat tahun sekitar 30-an bus Trans Pakuan menggunakan bahan bakar biodiesel campuran solar dan minyak jelantah sisa rumah tangga. Meskipun hanya uji coba, tetapi oleh BLHD Kota Bogor terbukti tingkat pencemaran udara penggunaan biodiesel jelantah-solar amat rendah. Program yang sudah berjalan dengan baik dan dinikmati warga Bogor. Hanya yang perlu dicermati adalah efek dari kerusakan mesin kendaraan yang masih menjadi bahan diskusi antara kualitas bahan baku minyak jelantah-solar dengan campuran bahan kimia oleh produsen energi alternatif biodiesel PT Mekanika Electrica Ega (MEE). Kota Bogor memang menjadi peserta dari asosiasi kota sedunia yang berkomitmen untuk menjaga lingkungan hidup lewat forum International Council for Local Enviroment (ICLEI).


Di Tirtomulyo Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (FMIPA UNY) telah membuat inovasi untuk membangun energi angin lewat kincir angin vertikal tipe Savorius dan mampu mengaliri listrik untuk beberapa puluh rumah tangga desa. Kincir angin vertika Tipe Savorius cocok untuk iklim di Indonesia yang mempunyai angin kecepatan rendah dan berubah-ubah. 

Di Desa Ngentak, Srandakan, Bantul, inisiatif warga lewat Komunitas Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH), telah membantu menyuplai 70 % kebutuhan listrik desa kawasan pantai tersebut, sisanya masih lewat suplai listrik PLN. Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid di desa Ngentak masih merupakan kombinasi dari energi angin lewat pembangunan kincir angin tepian pantai  dan panel tenaga surya, dan telah sukses berjalan selama tiga tahun.

Di Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, tengah dikembangkan percobaan penggunaan bahan bakar limbah plastik dan ban bekas untuk memproduksi bahan bakar setara solar. Saat ini mahasiswa Fakultas Teknik Perminyakan UP45 tengah giat menguji coba hasil pembakaran limbah plastik tersebut menjadi bahan bakar energi alternatif.



Dari berbagai contoh singkat inisiatif kelompok warga dan perguruan tinggi untuk mewujudkan penggunaan energi alternatif baru dan terbarukan menjadi tanda bahwa diperlukan kesamaan langkah, niat dan program terpadu negara dalam pengembangan energi baru dan terbarukan yang harus segera dimulai dengan sungguh-sungguh.














No comments:

Post a Comment

Mengkritisi Pajak bagi Pelaku UMKM

Pelaku UMKM Indonesia sedang kesal. Pasalnya, setelah merampungkan revisi PP Nomor 46 tahun 2013 (Tarif PPh Pasal 4 Ayat 2 / ...