Tuesday, August 14, 2012

Serial Aceh 1 : Kehancuran Yang Merata di Pantai Barat Selatan

Berkesempatan berkelana sepanjang pantai barat Aceh via Melaboh pada Idul Fitri 2008, benar-benar pengalaman tak terlupakan. Menyaksikan sendiri sisa-sesa kehancuran akbiat Tsunami 2004 yang melanda kota-kota yang semula ramai di pantai barat menjadikan saya dan teman seperjalanan beserta keluarganya berkali-kali menggeleng-menggelengkan kepala karena ngeri.

Kota-kota seperti Meulaboh, Calang, Krueng Sabee, Teunom, Lamno dan Lhoknga sebelum Banda Aceh musnah, lenyap, luluh lantak, rusak binasa, adalah kata-kata yang pas untuk menggambarkan tingkat kerusakan yang diakibatkan gelombang raksasa, "seperti hambal yang ditarik ujungnya keatas kemudian ditimpakan ke kota2 sejarak Jakarta s/d Semarang...!" kata seorang famili di Banda Aceh.


Betapa tidak, gempa yang berkekuatan 9,3 skala richter pada 26 Desember 2004 menyebabkan gelombang setinggi lk. 30 meter disepanjang pantai barat dan masuk menerjang sejauh 5 kilomter kedaratan. "kalau abang sempat lihat bukit-bukit yang ada diLhoknga, disana ada tanda dari ketinggian air laut yang menerjang bukit, seperti dipapak dgn kapak raksasa, batas kebawah coklat, sedang 30 meter keatas masih hijau" tambah si Iten, di Banda Aceh.


300 ribu orang tewas dalam bencana maha dahsyat itu, di Banda Aceh sendiri tidak kurang dari 50 ribu orang meninggal. 


Itu sebabnya yang kami saksikan di sepanjang jalan, kecuali Meubalboh, yang kota besar, kota-kota lainnya seperti diatas, telah muncul rumah-rumah baru bantuan BRR, itupun jumlahnya tidak seperti sebanyak sebelumnya.


Rumah diKota-kota baru itu hanya tebilang puluhan, sepanjang yang kami lihat, hanya rumah-rumah "berseri" warna, seragam. rumah biru, rumah kuning, semuanya dilengkapi dgn tangga dan bermodel rumah panggung. kalau ada tsunami lagi, maka rumah2 itu pasti kembali binasa. 


Lalu kemana penduduk kota-kota itu yang dulu ramai ? semuanya musnah, seperti menyaksikan padang mahsyar pasca kiamat sughro, lalu Allah swt membentuk lagi bumi dengan bumi yang baru. begitulah kira-kira. 


Didaerah sebelum teunom di lepas pantai sekita 500 meter, terlihat bekas jalan layang yang dulu tinggi menjulang melewati pantai teunom, kini hanya tersisa pangkal jembatan di masing-masing sisi pantai seberang. jembatannya sendiri hancur lembur diterjang gelombang. 


Daratan yang dulu adalah rumah-rumah dan pepohonan, kini berganti menjadi laut yang bergelombang besar. mengerikan. Kota jadi laut, daratan sekita 1 kilometer berubah menjadi danau. Dan ditengah-tengah danau itulah kini sedang dibangun jalan poros Meulaboh - Banda Aceh dgn biaya dari USAID. 


Sudah 3 tahun jalan poros situ tak jadi-jadi. Mungkin karena medannya yang berat, karena harus menimbun bagian tengah danau menjadi jalan raya selebar 30 meter, lalu kembali amblas, atau karena masalah pembebasan tanah yang sempat kami dengar.


Tapi jalan yang tidak jadi-jadi itulah yang membuat kondisi jalan amburadul dan acak adut, terlebih apabila habis hujan, becek sebecek-beceknya. Lumpur tebal menjadi tantangan tersendiri bagi Off Roader macam saya, yang belum pernah sama sekali mengendarai mobil sejauh ini, dgn kondisi yang luar biasa "Off Road" ini. dalam artian jalannya : Off - tak bisa dilewati. tapi harus ditembus kalau mau ke banda aceh.


Begitulah, dgn bekal keahlian mengendarai jalan off road dari Aziz Schumacher dan Muluk Rossi, kami tembus juga jalan sejauh lk. 500 KM itu. Luar biasa capek. 


Geleng-geleng kepala kami tidak asal geleng kepala, tapi sembari menyebut asma Allah dan meminta ampun atas dosa-dosa ummat sekalian, ketika menyaksikan sisa becana ini. Sama spt ketika hari ini kita menyaksikan akibat dari bencana gempa di Padang Sumbar selasa lalu. Sungguh Allah maha pemberi maaf, apabila kita terlanjur lalai. 


No comments:

Post a Comment

Mengkritisi Pajak bagi Pelaku UMKM

Pelaku UMKM Indonesia sedang kesal. Pasalnya, setelah merampungkan revisi PP Nomor 46 tahun 2013 (Tarif PPh Pasal 4 Ayat 2 / ...