Thursday, April 06, 2017

JAKARTA 313 : BUNUH DIRI ATAU SEMAKIN MENGUATKAN DUKUNGAN ?



Benar belaka bahwa aksi 212 pada Desember tahun lalu, adalah aksi terbesar sepanjang masa yang genuine dan puritan. Diikuti oleh sekitar 37 ormas Islam di Indonesia plus kekuatan-kekuatan sipil yang menentang gerakan penistaan agama (Islam). Hanya yang harus diingat, mungkin gerakan tersebut rasanya bukan hanya dipicu oleh penistaan agama. 

Tetapi juga oleh sikap penolakan sebagian besar peserta aksi terhadap beberapa peristiwa yang  beraroma ketidak adilan, terutama peristiwa penggusuran pemukiman rakyat di Kampung Pulo, Bukit Duri, Kampung Aquarium, Rawajati dan lain-lain. Celakanya, yang tergusur adalah kampung-kampung yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Kenyataan tersebut tak pelak menjadi amunisi “rasialisme dan anti Islam” paling serius yang bisa dimainkan oleh pihak anti Ahok.



Kedua, massa aksi yang ikut juga (diduga)kebanyakan ikut terprovokasi untuk menolak calon gubernur petahana  Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Penolakan didasarkan pada maraknya ungkapan kasus korupsi yang dituduhkan pada Ahok.  Hasil audit BPK menjadi acuan paling banyak diajukan sebagai argument. Juga terhadap kasus-kasus lain, yang sayangnya, oleh pihak KPK tidak direspon secara memuaskan dengan hanya mengajukan alasan “mens rhea”.  Format gerakan reformasi yang anti KKN menjadi alasan paling kuat bagi kekuatan pro demokrasi yang turut serta dalam aksi 212. KPK dan pendukung Ahok dilingkaran Istana dinilai tidak fair dan cenderung mengaburkan fakta-fakta hukum. Dan itu bisa di judge sebagai anti semangat reformasi 1998.

Ketiga,  Kinerja Gubernur Petahana juga dipandang tidak bagus-bagus amat.  Fakta bahwa kinerja Ahok ada diurutan papan tengah-bawah dalam ranking Kemen PAN, BPK dan Kemendagri . Data selama tiga tahun terakhir, Pemprov DKI mendapatkan opini (WDP) Wajar Dengan Pengecualian dari BPK. Selain itu,  penyerapan anggaran di DKI juga sangat rendah. Sementara hasil evaluasi penggunaan anggaran daerah pada Semester I 2015, persentase serapan anggaran hanya 22,86 persen dari total Rp 69,2 triliun. Hal itu menurut Kemendagri adalah penyerapan anggaran terparah selama ini.  

Keempat, Memang, keluarga Cendana adalah pihak yang paling memanfaatkan situasi politik saat ini. Namun, mengatakan bahwa dukungan Cendana akan menyurutkan dukungan terhadap Anis-Sandi diputaran kedua juga terlalu spekulatif. Dari pengamatan akar rumput, justru keluarga Cendana yang ditunggangi oleh semangat perlawanan. Orang tidak perduli siapapun dan apa latar belakangnya. Mereka  yang dipandang mampu memberikan support politik dan moral dalam gerakan perlawanan ini, akan diajak untuk berkoalisi. Meruntuhkan dominasi Gubernur Petahana menjadi hal paling utama dibanding membicarakan siapa mendukung siapa.

Kelima, Kharisma Anis Baswedan. Sosok ini dikalangan kaum Islam “abangan” maupun “modernis” di Jakarta menjadi sosok antithesis terhadap Gubernur Petahana. Dibeberapa polling jejak pendapat harus diakui pasangan Anis Sandi unggul. 

Terakhir menurut saya, peristiwa 313 hari ini, biarlah dicatat dalam sejarah perpolitikan bangsa kita sebagai rentetan aksi masyarakat sipil Indonesia yang sejak dulu selalu dimarginalkan. Itu adalah “latihan” bagi civil society untuk tegak dan sebangun sama tinggi, duduk sama rendah dengan kekuatan-kekuatan dominan. Terutama kelompok bersenjata dan ruling class yang merasa punya kuasa atas modal dan kekayaan tanah air.
Tiada gading yang tak retak. Tabik selalu. 

Pril Huseno





No comments:

Post a Comment

Mengkritisi Pajak bagi Pelaku UMKM

Pelaku UMKM Indonesia sedang kesal. Pasalnya, setelah merampungkan revisi PP Nomor 46 tahun 2013 (Tarif PPh Pasal 4 Ayat 2 / ...